Surabaya – Sidang korupsi Kapal Taman Bahari Majapahit (TBM) kembali digelar di PN Tipikor Surabaya, Selasa (21/10/2025). Kali ini terkuak adanya pemalsuan tanda tangan dalam dokumen pengawasan proyek.
Jaksa penuntut umum (JPU) menghadirkan 7 saksi pada sidang hari ini. Diantaranya Adi Yudha Parwita selaku Pembina Jasa Konstruksi PUPR Kota Mojokerto, Fibriyanti selaku Plt Kepala DPMPTSP Kota Mojokerto, dan Dyna Analisa Selaku Bendahara PUPR Mojokerto. Kemudian Syachbudin Abdul Rozak selaku konsultan pengawas, Bagus Dana Prasetya asisten pengawas, Endik Setiawan Direktur CV. Adzra Anugrah dan Muhammad Nur Syamsudin kadyawan CV Adzda Anugrah.
Dalam sidang kali ini, Syachbudin mengatakan awalnya ia mengetahui adanya proyek pembangunan Kapal TBM dari LPSE. Beberapa waktu kemudian ia mendapatkan tawaran dari terdakwa Yustian untuk mengerjakan proyek pengawasan dalam proyek tersebut.
“Saat itu saya tidak mempunyai pekerjaan, lalu ada suatu waktu mendapatkan tawadan dari Pak Yustian untuk mengerjakan proyek pengawasan itu,” katanya.
Setelah mendapatkan tawaran itu, Syachbudin langsung mengirimkan company profil miliknya untuk mengajukan penawaran. Namun, CV miliknya ternyata sudah mati. Ia kemudian meminjam perusahaan milik mantan direkturnya dulu bekerja, tapi tidak memenuhi syarat.
“Akhirnya saya minta Mas Bagus untuk mencari pinjam bendera, akhirnya dapat CV. Adzra Anugrah,” jelasnya.
Sementara itu, Bagus membenarkan jika dirinya diminta Syahudin untuk mencarikan pinjam bendera untuk mengakukan penawaran proyek pengawasan kapal TBM.
“Saat itu saya menghubungi Pak Nur Syamsudin dan akhirnya dipinjamkan CV. Adzra Anugrah ke Pak Hendrik,” katanya.
Setelah mendapatkan restu memakai CV. Adzra Anugrah, Bagus kemudian mengupload sejumlah dokumen penunjang. Berselang beberapa waktu, Direktur CV. Adzra Anugrah diminta datang ke DPUPR Kota Mojokerto untuk proses klarifikasi. Namun, bukan Endik yang datang melainkan Bagus dengan membawa surat kuasa dsri Hendrik.
“Sebelum itu (klarifikasi) saya menghubungi ke Pak Endik dan diberi surat kuasa untuk proses klarifikasi. Saat itu saya bertemu pak Yuda,” bebrnya.
Dalam proses pengawasan, Bagus terbilang cukup rajin datang ke lapangan. Begitu juga semua proses administrasi, hampir semua di kerjakan Bagus.
Namun ada beberapa dokumen membutuhkan tanda tangan direktur CV. Adzra Anugrah, yakni Endik. Seperti kwitansi tertanggal 8 Desember 2023 dan berita acara serah terima pengawasan per 25 Desember 2025. Bagus mengakui dalam ruang sidang jika tanda tangan itu ia palsukan.
“Kalau diperintah (Endik) sih tidak, waktu itu saya sudah izin secara lisan ada kwitansi yang diminta tanda tangan. Kalau laporan bulanan saya diperintah pak Syaifudin. Pan Hendrik belum tau,” akunya.
Sedangkan Endik mengakui jika CV miliknya dipinjam Syahudin untuk mengerjakan proyek pengawasan TBM.
“Dulu karyawan saya Nur Syamsudin bilang jika temannya pinjam bendera. Saya tanya pekerjaan baik atau tidak, katanya nagus ya saya izinkan,” tuturnya.
Endik mengaku jika dirinya memberikan surat kuasa ke Bagus saat proses klarifikasi. Namun terkait tanda tangannya yang dipalsukan, hingga saat ini ia tidak mengetahui.
“Kalau pinjam bendera biasanya dokumen CV saja, kalau tanda tangan ya tidak. Saya tidak tau kalau tanda tangan saya dipalsu,” ucapnya.
Endik menjelaskan jika uang pekerjaan pengawasan ini cair ke rekening miliknya sebesar Rp 44 juta. Uang itu kemudian di berikan ke Syahudin dalam bentuk cek setelah dipotong pajak dan fee pinjam bendera.
“Saat itu fee pinjam bendera saya dapat Rp 2 juta,” pungkasnya.
Semntara itu, saksi Febriyanti, Plt Kepala DPMPTSP Kota Mojokerto, menegaskan bahwa proyek Kapal TBM merupakan program prioritas Kota Mojokerto, namun ia menepis anggapan pernah menyampaikan bahwa Wali Kota Ika Puspitasari (Ning Ita) menyetujui nama-nama tertentu sebagai pengelola proyek.
“Setahu saya proyek kapal TBM itu program prioritas. Tapi saya tidak pernah menginformasikan ke Pak Yustian kalau Ning Ita menyetujui terdakwa Nugroho atau Kholik,” tegas Febriyanti.
Febriyanti juga mengungkapkan jika saat masih menjabat Kepala Bagian Umum Sekretariat Daerah, ia pernah menjalin kerja sama dengan Kholik dan Nugroho. Saat itu, Kholik memakai CV Putra dan CV Ahmab Bersaudara, sementara Nugroho disebut memiliki perusahaan Tawang Lintang.
“Kalau pinjam perusahaan saya kurang tahu. Tapi setahu saya, Tawang Lintang memang milik Pak Nugroho sendiri,” ujarnya.
Febriyanti menambahkan, dirinya sempat ditanya oleh terdakwa Yustian tentang kredibilitas Kholik, namun tidak pernah membahas Nugroho.
“Saya hanya ditanya apakah pekerjaan Pak Kholik di bagian umum baik. Kalau Pak Nugroho, tidak ditanyakan,” katanya.
Sementara itu, Nugroho membantah jika dirinya punya perusahaan. Ia menjelaskan nika Tawang Lintang hanyalah NPWP, bukan badan usaha.
“Tawang Lintang itu cuman NPWP, bukan badan usaha,” ucapnua


