Kapal TBM Majapahit Terancam Dicoret Dari Aset Pemkot Mojokerto - Berbicara.id

Kapal TBM Majapahit Terancam Dicoret Dari Aset Pemkot Mojokerto

Surabaya – Pujasera kapal di Taman Bahari Majapahit (TBM) terancam dicoret dari aset milik Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto. Sebab proyek senilai Rp 2,5 miliar itu terjerat kasus korupsi dan berpotensi dihitung total los sebagai kerugian negara.

 

Potensi itu mencuat dalam sidang kasus korupsi kapal TBM di PN Tipikor Surabaya, Selasa (4/11/2025). Dalam persidangan kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Kota Mojokerto menghadirkan 2 saksi, diantaranya Kepala Bapperida Kota Mojokerto, Riyanto, serta Bendahara DPUPR-Perakim, Faiqotul Hikmah.

 

Riyanto yang saat itu menjabat Sekretaris BPKPD mengaku mengetahui adanya proyek kapal TBM Majapahit saat ada pengajuan biaya pencairan proyek tersebut. Ia juga menjelaskan dalam juknis pengolaan keuangan daerah, proses pencairan proyek harus melalui beberapa mekanisme, diantaranya SPD, SPN dan SP2D.

 

“Untuk SPD dan SPN wilayahnya di Dinas (pengampu proyek) dalam hal ini DPUPR. Sedangkan BPKPD itu adallah di SP2D,” katanya.

 

Riyanto juga mengakui jika pembayaran keseluruhan proyek kapal TBM sudah dicairkan keseluruhan sejak 23 Desember 2023. Diantaranya pembayaran untuk perencanaan, pengawasan, struktur dan cover kapal TBM Majapahit.

 

“Untuk keseluruhan yang di cairkan sekitar Rp 1,9 miliar,” jelasnya.

 

Riyanto juga menyebut jika kapal TBM Majapahit saat ini telah tercatat sebagai aset milik Pemkot Mojokerto, tepatnya dibawah naungan milik DPUPR.

 

Hal itu membuat anggota majelis hakim bertanya-tanya, sebab kontruksi kapal TBM Majapahit belum berfungsi bisa menjadi aset milik Pemkot Mojokerto.

 

Menyikapi itu, Riyanto menjelaskan jika dalam sistem pelaporan keuangan, semua belanja modal, hasilnya harus diakui sebagai aset.

 

“Tetap dicatat dulu, karena nanti laporan anggaran diperiksa BPK, laporan belanja itu harus diakui sebagai aset,” jelasnya.

 

Anggota majelis hakim kembali menanyakan bagaimana jika kapal tersebut tidak bernilai. Sebab dalam kasus korupsi Kapal TBM ini, tidak menutup kemungkinan jika nilai proyek itu dianggap kerugian negara secara keseluruhan (total loss).

 

Riyanto menjelaskan jika hal itu terjadi maka Pemkot Mojokerto bisa menhapus pencatatan aset tersebut.

 

“Misalnya nanti diputuskan jika proyek itu dianggap tidak bernilai maka kita harus menghapus pencatatan modal yang tidak diakui tadi,” tuturnya.

 

Riyanto menambahkan, hasil dari sidang korupsi ini nanti akan dilakukan evaluasi dari Pemkot Mojokerto apakah proyek kapal itu layak dimanfaatkan atau tidak.

 

“Artinya nanti bisa dimodifikasi atau dihapus dari aset Pemkot Mojokerto tergantung darinpenilaian,” punhkasnya.

 

 

Sementara itu, Bendahara pengeluaran DPUPR-Perakim Kota Mojokerto, Faiqotul Hikmah, mengaku mengetahui adanya kegiatan pembangunan kapal Majapahit di Taman Bahari Majapahit (TBM). Ia menjelaskan, seluruh proses pencairan dilakukan sesuai dengan syarat administrasi yang ditetapkan, terutama pada termin terakhir saat PPK dijabat oleh Santos.

 

Menurutnya, setiap pencairan anggaran wajib dilengkapi berita acara serah terima pekerjaan (BAST), jaminan pemeliharaan, dan dokumen lain seperti rekening penyedia, NPWP, serta kwitansi pembayaran. Setelah semua persyaratan terpenuhi, penyedia akan menandatangani kwitansi, kemudian berkas dikembalikan ke bendahara untuk diteruskan ke PPTK dan PPK.

 

“Penyedia mengajukan, lalu kami periksa kelengkapan dokumen. Setelah kwitansi ditandatangani, kami serahkan kembali ke PPTK dan PPK untuk proses lebih lanjut,” jelas Faiqotul.

 

Ia merinci, pekerjaan cover kapal dicairkan dalam tiga tahap: uang muka, termin pertama, serta termin kedua dan ketiga, sementara pekerjaan struktur juga melalui beberapa termin. Sedangkan untuk pengawasan, pencairan hanya dilakukan satu kali termin.

 

“Untuk pekerjaan cover ada tiga kali termin, sedangkan struktur beberapa termin, dan pengawasan hanya sekali,” ujarnya.

 

Faiqotul menambahkan, dalam setiap proses pencairan, pihaknya hanya bertugas memastikan kelengkapan dokumen administrasi, bukan memverifikasi kebenaran teknis atau isi dokumen. Ia menyebut, pihak penyedia yang menandatangani kwitansi biasanya admin perusahaan, sementara bendahara tidak mengetahui secara langsung siapa pimpinan yang menandatangani di pihak rekanan.

 

“Siapa yang tanda tangan saya tidak tau, karena yang datang ke kami dari pihak penyedia itu biasanya adminnya. Kemudian adminnya itu memintakan tanda tangan ke pimpinannya. kami tidak tahu lebih jauh,” tambahnya.

 

Terkait dokumen lain seperti BPJS tenaga kerja atau daftar pekerja, Faiqotul mengaku tidak melakukan pemeriksaan mendetail. Dokumen BPJS yang diterima hanya berupa bukti pembayaran tanpa mencantumkan nama tenaga kerja.

 

“Kalau soal BPJS, kami hanya terima bukti pembayarannya saja, tanpa ada nama-nama pekerja. Jadi saya tidak tahu siapa yang terdaftar,” tuturnya.

Mau dapet info terkini, tajam, dan berani?
Yuk join saluran WhatsApp berbicara.id!
Klik & pantau berita yang nggak basi!

admin

RECENT POSTS

CATEGORIES

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *