SURABAYA – Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Kapal Taman Bahari Majapahit (TBM) kembali digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (12/11/2026). Kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) membwberkan bukti berupa pesan WhatsApp milik Nugroho, yang dinilai memperlihatkan keterlibatannya jauh sebelum kontrak kerja proyek ditandatangani.
Dalam keterangannya, Nugroho mengaku dirinya memang mengerjakan bagian cover kapal, sekaligus mengatur tukang di lapangan. Ia menyebut pertama kali dihubungi oleh Yustian pada Mei 2023 untuk datang ke rumah dinas wali kota (Rumah Rakyat) membahas rencana pembangunan Kapal Majapahit.
Pertemuan itu juga dihadiri sejumlah figur yang disebut sebagai konsultan perencana, antara lain Amin dan Agus. Mereka membahas karakter Kapal Majapahit serta bahan yang akan digunakan, mulai dari kayu, GRC, logam, hingga polinesin.
Setelah pertemuan tersebut, Nugroho mengaku menghubungi Kholik Idris dan memberi tahu bahwa Pemkot Mojokerto akan membangun kapal replika.
“Saya hanya memberitahu saja, tidak pernah meminta proyek itu harus dikerjakan Kholik,” kata Nugroho.
Jaksa membeberkan dua pesan penting yang ditemukan di ponsel Nugroho. Pesan pertama, tertanggal 20 Juli 2023, berisi komunikasi antara Nugroho dengan PPK Dinas PUPR Kota Mojokerto, Yustian.
“Pagi mas bos, kapan anda ada waktu saya dan Pak Kholik menghadap membicarakan struktur kapal,” tulis Nugroho kepada Yustian dalam pesan whatsapp
Yustian membalas keesokan harinya: “Kira-kira Pak Putut sedang apa.”
Pesan kedua, tertanggal 28 Juli 2023, dikirimkan Nugroho kepada Kholik Idris, rekan yang sering ia ajak mengerjakan proyek di lingkungan Pemkot Mojokerto.
“Pak Yus berharap kapal di wisata Rejoto kita yang mengerjakan,” tulis Nugroho.
Kholik kemudian membalas singkat: “Siap.”
Jaksa menegaskan bahwa kedua pesan tersebut dikirim sebelum kontrak proyek kapal TBM diteken, sehingga mengindikasikan adanya pembahasan teknis dan arah pelaksanaan proyek yang belum seharusnya terjadi.
Mengetahui pesan tersebut dikirim sebelum kontrak, Majelis hakim langsung menyoroti isi pesan yang dianggap terlalu teknis.
“Bagaimana Anda bisa membahas bahan dan struktur kapal, padahal kontrak belum ada? Ini seolah Anda sudah yakin akan mengerjakan proyek itu,” tanya hakim kepada terdakwa.
Menanggapi pertanyaan itu, Nugroho berkilah jika ia hanya berharap proyek tersebut ia kerjakan. Sebab, dalam proses pembahasan ia sering dilibatkan, termasuk dalam pertemuan di Rumah Rakyat.
“Saya berandai-andai saja kalau proyek itu saya yang mengerjakan,” ujarnya.
Hakim sempat meragukan jika Nugroho hanya berharap saja. Karena hakim menilai, Nugroho sangat aktif dalam pembahasan proyek tersebut.
“Kalau tadi (pesan Nugroho ke Kholik) berandai bisa dipahami, tapi kalau ini (pesan Nugroho ke Yustian) anda aktif membahas bahan, padahal kontrak belum ada. Seolah anda yakin kalau proyek ini akan anda kerjakan,” tutur Hakim.
Menjawab itu, Nugroho kekeh jika dirinya hanya berandai-andai jika proyek itu akan dia kerjakan bersama Kholik.
“Saya cuman berandai-andai saja yang mulia,” tegasnya.
Dalam persidangan terungkap, hubungan kerja antara Nugroho dan Kholik Idris bukan kali ini saja terjadi. Nugroho mengakui bahwa ia sudah beberapa kali bekerja bersama Kholik dalam proyek-proyek milik Pemkot Mojokerto.
Beberapa di antaranya adalah, Pembuatan ornamen di Pemandian Sekarsari, Dua replika Kapal Majapahit di dua lokasi berbeda, dan Patung Garuda di halaman kantor DPRD Kota Mojokerto.
Menurutnya, Kholik biasanya berperan dalam urusan administrasi dan perusahaan, sedangkan dirinya menangani bagian teknis dan pengerjaan fisik di lapangan.
“Selama ini saat saya berkegiatan di kota, saya tidak pernah menuntut harus kontraktor A,B,C,D tapi wewenang dinas bersangkutan,” tutur Nugroho.
Dalam proyek Kapal TBM, Nugroho mengaku menggunakan perusahaan CV Sentosa Berkah Abadi, yang diketahui milik Khudori, atas arahan Kholik Idris. Ia menyebut tidak mengetahui banyak soal administrasi dan hanya fokus pada pengerjaan.
“Saya diberi tahu oleh Pak Kholik kalau menggunakan bendera lain dan ada potongan pajak serta biaya lainnya. Akhirnya dari nilai Rp 525 juta, saya terima Rp 485 juta,” ujarnya.
Uang tersebut, lanjutnya, ia gunakan untuk pembelian bahan, pembayaran tukang, dan kebutuhan lain selama pekerjaan berlangsung.
“Keuntungan saya sekitar Rp 150 juta. Uangnya saya pakai untuk biaya kuliah dan beli mobil Avanza 2014 seharga Rp 122 juta,” kata Nugroho.
Namun karena mobil itu digadaikan ke Adira dan gagal menebus, akhirnya kendaraan tersebut ditarik kembali.
Nugroho juga mengaku selama proyek berjalan, tidak pernah berkoordinasi dengan konsultan pengawas. Ia mengatakan hanya menerima gambar dari Kholik dan mengerjakan berdasarkan gambar buatannya sendiri.
“Saya tidak menggunakan gambar dari konsultan perencana. Saya buat sendiri. Material fiber itu juga arahan dari Pak Kholik,” pungkasnya.
Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Yustian, menyampaikan bahwa penganggaran awal proyek Kapal Majapahit dilakukan pada akhir 2022 dengan nilai sekitar Rp3 miliar. Namun karena efisiensi, disepakati hanya Rp2,5 miliar.
“Saat itu kami sudah dapat gambar sekaligus volumenya. Ketemunya Rp2,4 miliar belum termasuk konsultan. Setelah disahkan DPRD, diusulkan sebagai kegiatan tahun tunggal,” ujar Yustian dalam keterangannya.
Yustian juga mengaku pernah diundang dalam rapat bersama Dewan Kebudayaan Daerah (DKD) yang dihadiri perancang pra-desain kapal. Ia menyebut desain semula hanya satu dek, namun kemudian berubah menjadi dua dek, sehingga biaya membengkak menjadi Rp3,5 miliar.
Selain itu, muncul persoalan saat konsultan pengawas hanya melakukan pengawasan pada pekerjaan struktur, sementara kegiatan cover kapal juga tetap dibayar. “Memang membengkak, dan pengawasan dibayar dua item: struktur dan cover. Padahal konsultan hanya awasi struktur,” jelasnya.
Saksi lain, Santos, selaku pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK), membenarkan adanya pemecahan pekerjaan yang tidak lazim. Ia menyebut pemenang perencanaan adalah CV Sigrah, sedangkan pelaksanaan pekerjaan dilakukan oleh CV Sentosa Berkah Abadi. Menurut Santos, ia tidak melihat adanya gambar lengkap dalam dokumen awal.
“Saya hanya lihat satu lembar RAB untuk cover kapal. Saat epurchasing bahannya fiber, tapi sebelumnya sempat disebut GRC,” ujarnya.
Ia juga mengonfirmasi bahwa laporan pengawasan konsultan hanya mencakup struktur, bukan cover.
Adapun Kholik Idris membenarkan bahwa dirinya mengurus administrasi proyek dengan menggunakan bendera CV Sentosa Berkah Abadi milik Khudori, yang dipinjam untuk keperluan pengadaan.
“Saya hanya urus administrasi, semua teknis Nugroho. Saya tanya harga ke dia, lalu saya tambahkan pajak dan biaya lain. Keuntungan saya sekitar 70 juta,” ujarnya.
Khudori, Direktur CV Sentosa Berkah Abadi, mengaku tidak mengetahui detail pelaksanaan proyek. Ia hanya meminjamkan perusahaan dan rekening dengan imbalan fee 2 persen atau sekitar Rp19 juta.
“Yang mengoperasikan semua Pak Kholik,” ungkapnya.
Persidangan juga menghadirkan saksi lain, Hendar, yang menyebut dirinya turut membantu permodalan proyek senilai Rp1,38 miliar.

