Berbicara.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana iklan Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (Bank BJB). Skandal ini menyeret nama-nama besar di internal bank plat merah itu, termasuk Direktur Utama Bank BJB, Yuddy Renaldi (YR), serta Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang juga Kepala Divisi Corsec BJB, Widi Hartoto (WH). Tiga tersangka lainnya adalah para petinggi agensi periklanan, yaitu Ikin Asikin Dulmanan (IAD), Suhendrik (S), dan Sophan Jaya Kusuma (SJK).
Modus Klasik: Agensi Boneka, Tender Fiktif, dan Dana Non-Budgeter
Pelaksana Harian (Plh) Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo Wibowo, mengungkapkan bahwa para tersangka diduga menggunakan agensi-agensi tertentu untuk menampung dan menyalurkan dana non-budgeter Bank BJB. Skema ini berjalan dengan cara menunjuk agensi tanpa proses tender yang sah. Lebih parah lagi, dari total anggaran iklan Rp 409 miliar sebelum pajak, hanya Rp 100 miliar yang benar-benar digunakan untuk keperluan iklan. Sisanya? Menguap entah ke mana.
“Dari Rp 300 miliar (setelah pajak), hanya sekitar Rp 100 miliar yang betul-betul dibelanjakan sesuai peruntukannya. Sisanya? Fiktif,” tegas Budi dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kamis, 13 Maret 2025.
Tak berhenti di situ, penyidik KPK juga menduga bahwa Yuddy Renaldi dan Widi Hartoto terlibat aktif dalam mengatur pemenang proyek iklan tersebut. Dugaan ini semakin menguat setelah Yuddy tiba-tiba mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Direktur Utama Bank BJB, hanya beberapa hari sebelum KPK mengumumkan penyidikan kasus ini pada 5 Maret lalu.
Benang Merah ke Ridwan Kamil?
Kasus ini semakin panas setelah KPK menggeledah beberapa lokasi di Bandung, termasuk rumah mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil (RK). Dalam pernyataannya, RK membenarkan bahwa tim KPK mendatangi kediamannya dan menunjukkan surat tugas resmi.
“Kami kooperatif dan mendukung penuh KPK dalam penyelidikan ini,” ujar RK dalam keterangan resminya pada 10 Maret 2025. Namun, ia enggan memberikan detail lebih lanjut soal penggeledahan tersebut dan meminta agar media menanyakannya langsung kepada KPK.
Ketua KPK, Setyo Budiyanto, memastikan bahwa dokumen dan barang yang disita dalam penggeledahan ini berkaitan dengan perkara korupsi dana iklan BJB. “Beberapa dokumen dan barang yang kami sita sedang dalam proses kajian lebih lanjut oleh penyidik,” katanya.
Bank BJB Cuci Tangan?
Di sisi lain, Bank BJB berusaha menampilkan citra bersih di tengah badai skandal ini. Sekretaris Perusahaan BJB, Ayi Subarna, menegaskan bahwa pihaknya menghormati proses hukum dan tetap berkomitmen menjalankan tata kelola yang baik (Good Corporate Governance/GCG).
“Kami memastikan seluruh kegiatan bisnis tetap berjalan normal meskipun ada proses hukum yang sedang berlangsung,” kata Ayi dalam pernyataan resmi.
Namun, pernyataan ini jelas tidak cukup untuk meredakan kecurigaan publik. Jika memang Bank BJB menjunjung tinggi transparansi dan kepatuhan, bagaimana mungkin korupsi sebesar ini bisa terjadi di bawah hidung mereka?
Skandal BJB: Ujung Benang Kasus Lebih Besar?
Kasus dugaan korupsi dana iklan BJB ini kembali menunjukkan bagaimana sistem di lembaga keuangan daerah masih lemah dalam pengawasan. Dengan kerugian negara mencapai Rp 222 miliar, pertanyaannya bukan lagi *siapa yang terlibat*, tapi seberapa luas jejaring permainan uang haram ini.
Apakah ini hanya soal bancakan dana iklan, atau ada skandal yang lebih besar di baliknya? Satu hal yang pasti: publik menunggu lebih dari sekadar janji transparansi. Mereka menunggu tindakan nyata, bukan sekadar pernyataan normatif dari para petinggi bank.
Sumber : Tempo.co